Selasa, 22 November 2011

Rekonstruksi Peran Mahasiswa (Part 1)


“Dimana-mana tidak ada sekolah pemimpin, tidak ada ijasah pemimpin.pemimpin tidak bisa dicetak atau di SK-kan. Sebab, pemimpin itu tumbuh di lapangan, yakni setelah berinteraksi dengan tantangan di masyarakat. Bila seseorang memang berbakat menjadi pemimpin dan mendapat tantangan, ia akan menggunakan seluruh kemampuan dan ilmu yang dikuasainya untuk menghadapi tantangan itu. Pemimpin baru akan muncul dengan sendirinya. Sebab tantangan yang menghadang bangsa masih banyak. Pemimpin harus berakhlak mulia dan mengakar di hati rakyat.” –M. Natsir (1908-1993)-

Ketika mahasiswa kebanyakan sudah terbiasa akan kegiatan kuliah-pulang – kuliah-pulang yang tak terlalu peduli dengan kegiatan-kegiatan lain yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, mahasiswa ini biasa dibilang dengan kupu-kupu. Ada juga mahasiswa yang melakukan hal-hal pengganti organisasi, dengan kegiatan lain yang sifatnya untuk memuaskan dirinya sendiri, yaitu nangkring-nangkring[1]. Mahasiswa seperti ini biasa disebut kunang-kunang, yaitu kulaih-nangkring – kuliah-nangkring.
Namun ada mahasiswa yang memilih jalan kampusnya dengan berbagai kegiatan yang luar biasa. Sejarah mencatat berbagai mahasiswa menjadi biduk penting penentu kebijakan sebuah negeri, pemimpin negara bisa digulingkan, perubahan-perubahan besar pun terjadi. Mahasiswa ini adalah mahasiswa yang bisa di bilang tidak hanya memikirkan akademis dirinya sendiri, tetapi juga untuk kemaslahatan banyak orang.
Mahasiswa juga mendapatkan berbagai gelar yang menggelegar: ‘agent of change’,’director of change’,’creative minority’,’calon pemimpin bangsa’ dan lain sebagainya. Berbagai perubahan besar dalam persimpangan sejarah negeri ini senantiasa menempatkan mahasiswa dalam posisi terhormat sebagai pahlawannya, bahkan gerakan yang dibangun oleh mahasiswa disebut sebagai pilar demokrasi yang kelima. (Kusumah, 2007:15)

 Jika melihat sejarah bagaimana perkembangan aktivis mahasiswa dalam melakukan gerakannya. Sejarah tak henti-hentinya menceritakan tentang kisah-kisah kepahlawanan para pemuda dan mahasiswa. Setiap kebangkitan sebuah pemikiran dan kejayaan sebuah peradaban, maka di balik itu semua senantiasa ada para perjuangan pemuda (mahasiswa).
Kusumah (2007), juga menjelaskan mahasiswa menjadi tumpuan berbagai pihak. Mahasiswa sering disebut sebagai harapan bangsa, harapan negara, harapan masyarakat, harapan keluarga bahkan harapan dunia. Namun, seiring dengan identitas mahasiswa, ada peran-peran yang harus dilakukan sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas tersebut. Berbagai istilah menggelegar itu menuntut pemilik identitas mahasiswa untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dikerjakan. Ada harapan dibalik berbagai sebutan dan julukan untuk mahasiswa.
Setidaknya ada tiga aspekyang menjadi konsekuensi identitas mahasiswa:
·         Aspek Akademis
Dalam aspek ini tuntutan peran mahasiswa hanya satu: belajar. Belajar  merupakan tugas inti mahasiswa karena konsekuensi identitas mahasiswa dalam aspek yang lain merupakan derivat dari proses pembelajaran mahasiswa.
·         Aspek Organisasi
Tidak semua hal bisa dipelajari di kelas dan laboratorium. Masih banyak hal yang bisa dipelajari di luar kelas, trutama yang hanya bisa dipelajari dalam organisasi. Organisasi kemahasiswaan menyediakan kesempatan pengembangan diri luar biasa dalam berbagai aspek, seperti: aspek kepemimpinan, manajemen keorganisasian, membangun human relation, team building dan sebagainya. Organisasi juga sekaligus menjadi laboratorium gratis ajang aplikasi ilmu yang sudah didapat di kelas.
·         Aspek Sosial Politik
Mahasiswa merupakan bagian dari rakyat, bahkan ia merupakan rakyat itu sendiri. Mahasiswa tidak boleh manjadi entitas yang teralienasi ditengah masyarakatnya sendiri. Ia dituntut untuk melihat, mengetahui, menyadari dan merasakan kondisi riil masyarakatnya. Kesadaran ini harus teremosionalisasikan sedemikian rupa sehingga tidak berhenti dalam tataran kognitif an sich, tapi harus mewujud dalam bentuk aksi yang nyata.

Di Indonesia pergerakkan pemuda dan mahasiswa terjadi secara dinamis sejak sebelum kemerdekaan. Gerakkan yang luar biasa terjadi, yang masih terkenang jelas adalah gerakkan mahasiswa di era 1998 yang dapat menurunkan rezim Presiden Soeharto. Akibat krisis moneter menghantam bangsa Indonesia, akibat kedzaliman ekonomi yang dilakukan oleh Orde Baru, menuntut mahasiswa turun ke jalan untuk menurunkan Soeharto sebagai presiden dan menolak paktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Dalam melakukan gerakannya mahasiswa menggunakan kendaraan lembaga-lembaga kemahasisswaan, baik lembaga yang berada di intra kampus maupun lembaga yang berada di luar kampus. Lembaga yang berada di intra kampus adalah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), sedangkan lembaga di luar kampus, seperti: KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan lain-lain.
Begitulah aktivis mahasiswa dalam melakukan perannya, yang melingkupi semua sisi dan mampu menciptakan sebuah perubahan besar. Peran yang luar biasa ketika berkecimpung dalam dunia pergerakkan mahasiswa, yang dapat melabelkan menjadi seorang aktivis mahasiswa. Universitas Padjadjaran yang termasuk perguruan tinggi negeri favorit di Indonesia pasti memiliki beribu mahasiswa yang di sana ada sebagian mahasiswa yang bergerak untuk menyuarakan hati rakyat. Peran-peran ini yang memberi warna dunia pendidikan di kampus Indonesia dalam setiap aktivitasnya.
Pada perjalannya, mahasiswa hari ini sudah banyak menerima identitas baru. Bahkan yang menyedihkan, mahasiswa saat ini tidak lagi dianggap sebagai pembela rakyat, sebagai orang yang hanya bisa menuntut, anarkis, perusuh dan jauh dari kesan merakyat seperti dulu. Problematika ini yang coba dijawab oleh banyak mahasiswa dengan kontribusi positif bagi masyarakat di sekitarnya.
Februari 2010 menjadi momentum perubahan gerakan mahasiswa indonesia. Konferensi Mahasiswa Indonesia, yang dilaksanakan di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) menghasilkan DEKLARASI BANDUNG. Deklarasi ini merupakan buah kesatuan rasa dan asa dengan daya kritis pemikiran mahasiswa dalam mencoba menemukan bentuk baru gerakan kemahasiswaan bersama dalam menyelesaikan persoalan bangsa. Lebih dari itu deklarasi ini juga diawali oleh suatu pembelajaran bersama mengenai pengembangan masyarakat sebagai bentuk gerakan kemahasiswaan serta dilengkapi dengan  pembentukan wadah bersama sehingga deklarasi bukan hanya deklarasi, melainkan deklarasi adalah momentum awal yang akan ditindaklanjuti bersama.

Sesuai dengan tema konferensi yaitu “Momentum Kolaborasi Menuju Masyarakat Indonesia Mandiri”, KMI diharapkan menjadi awal dari penyusunan landasan dan konsepsi bersama mahasiswa Indonesia dalam menjalankan keilmuannya dan pengimplementasiannya di kehidupan masyarakat demi kemajuan bangsa Indonesia secara mikro dan menyeluruh. Konferensi ini juga merupakan awal dari cita-cita besar penyatuan pandangan, penyamaan persepsi dan visi ke depan serta langkah konkrit mahasiswa Indonesia dalam pengembangan pergerakan community development. (Executive Summary KMI ITB, 2010:2)

Sebelum hadirnya Deklarasi Bandung, Bina Desa Pkm Bem Kema Unpad telah di inisiasi pada tahun 2007. Hingga sekarang kegiatan ini masih berjalan bahkan menjadi sebuah gerakan baru aktivis mahasiswa. Kegiatan bina desa juga telah diadopsi oleh berbagai fakultas di lingkungan unpad dan berbagai universitas di Indonesia. Pertama kali program ini di inisiasi dilaksanan di Desa Cilayung Kecamatan Jatinangor, pada 2009 program ini dipindahkan ke Desa Sindang Sari dan berlangsung hingga saat ini.

Sekarang bagaimana kita?


[1]  Kegiatan nongkrong-nongkrong untuk mengisi waktu luan, biasanya diisi dengan ngobrol-ngobrol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar