“Dimana-mana tidak ada sekolah pemimpin, tidak ada ijasah
pemimpin.pemimpin tidak bisa dicetak atau di SK-kan. Sebab, pemimpin itu tumbuh
di lapangan, yakni setelah berinteraksi dengan tantangan di masyarakat. Bila
seseorang memang berbakat menjadi pemimpin dan mendapat tantangan, ia akan
menggunakan seluruh kemampuan dan ilmu yang dikuasainya untuk menghadapi
tantangan itu. Pemimpin baru akan muncul dengan sendirinya. Sebab tantangan
yang menghadang bangsa masih banyak. Pemimpin harus berakhlak mulia dan
mengakar di hati rakyat.” –M. Natsir (1908-1993)-
Ketika mahasiswa kebanyakan sudah terbiasa
akan kegiatan kuliah-pulang – kuliah-pulang yang tak terlalu peduli dengan
kegiatan-kegiatan lain yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, mahasiswa
ini biasa dibilang dengan kupu-kupu. Ada juga mahasiswa yang melakukan
hal-hal pengganti organisasi, dengan kegiatan lain yang sifatnya untuk
memuaskan dirinya sendiri, yaitu nangkring-nangkring[1].
Mahasiswa seperti ini biasa disebut kunang-kunang, yaitu
kulaih-nangkring – kuliah-nangkring.
Namun ada mahasiswa yang memilih jalan kampusnya
dengan berbagai kegiatan yang luar biasa. Sejarah mencatat berbagai mahasiswa menjadi biduk penting
penentu kebijakan sebuah negeri, pemimpin negara bisa digulingkan, perubahan-perubahan besar pun terjadi. Mahasiswa ini adalah mahasiswa yang bisa di bilang tidak hanya memikirkan akademis dirinya
sendiri, tetapi
juga untuk kemaslahatan banyak orang.
Mahasiswa juga mendapatkan
berbagai gelar yang menggelegar: ‘agent
of change’,’director of change’,’creative minority’,’calon pemimpin bangsa’
dan lain sebagainya. Berbagai perubahan besar dalam persimpangan sejarah negeri
ini senantiasa menempatkan mahasiswa dalam posisi terhormat sebagai
pahlawannya, bahkan gerakan yang dibangun oleh mahasiswa disebut sebagai pilar
demokrasi yang kelima. (Kusumah, 2007:15)
Jika melihat sejarah bagaimana perkembangan aktivis mahasiswa dalam
melakukan gerakannya. Sejarah tak henti-hentinya menceritakan tentang
kisah-kisah kepahlawanan para pemuda dan mahasiswa. Setiap kebangkitan sebuah
pemikiran dan kejayaan sebuah peradaban, maka di balik itu semua senantiasa ada
para perjuangan pemuda (mahasiswa).
Kusumah (2007), juga menjelaskan mahasiswa menjadi tumpuan
berbagai pihak. Mahasiswa sering disebut sebagai harapan bangsa, harapan
negara, harapan masyarakat, harapan keluarga bahkan harapan dunia. Namun,
seiring dengan identitas mahasiswa, ada peran-peran yang harus dilakukan
sebagai konsekuensi logis dan konsekuensi otomatis dari identitas tersebut.
Berbagai istilah menggelegar itu menuntut pemilik identitas mahasiswa untuk
melakukan sesuatu yang seharusnya dikerjakan. Ada harapan dibalik berbagai
sebutan dan julukan untuk mahasiswa.
Setidaknya ada tiga aspekyang menjadi konsekuensi identitas
mahasiswa:
·
Aspek
Akademis
Dalam aspek ini
tuntutan peran mahasiswa hanya satu: belajar. Belajar merupakan tugas inti mahasiswa karena
konsekuensi identitas mahasiswa dalam aspek yang lain merupakan derivat dari
proses pembelajaran mahasiswa.
·
Aspek
Organisasi
Tidak semua hal bisa
dipelajari di kelas dan laboratorium. Masih banyak hal yang bisa dipelajari di
luar kelas, trutama yang hanya bisa dipelajari dalam organisasi. Organisasi
kemahasiswaan menyediakan kesempatan pengembangan diri luar biasa dalam
berbagai aspek, seperti: aspek kepemimpinan, manajemen keorganisasian,
membangun human relation, team building dan sebagainya. Organisasi
juga sekaligus menjadi laboratorium gratis ajang aplikasi ilmu yang sudah
didapat di kelas.
·
Aspek
Sosial Politik
Mahasiswa merupakan
bagian dari rakyat, bahkan ia merupakan rakyat itu sendiri. Mahasiswa tidak
boleh manjadi entitas yang teralienasi ditengah masyarakatnya sendiri. Ia
dituntut untuk melihat, mengetahui, menyadari dan merasakan kondisi riil masyarakatnya.
Kesadaran ini harus teremosionalisasikan sedemikian rupa sehingga tidak
berhenti dalam tataran kognitif an sich,
tapi harus mewujud dalam bentuk aksi yang nyata.
Di Indonesia pergerakkan pemuda
dan mahasiswa terjadi secara dinamis sejak sebelum kemerdekaan. Gerakkan yang
luar biasa terjadi, yang masih terkenang
jelas adalah gerakkan
mahasiswa di era 1998 yang dapat menurunkan rezim Presiden Soeharto. Akibat krisis moneter
menghantam bangsa Indonesia, akibat kedzaliman ekonomi yang dilakukan
oleh Orde Baru, menuntut mahasiswa turun ke jalan untuk menurunkan Soeharto sebagai
presiden dan menolak paktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Dalam melakukan gerakannya mahasiswa
menggunakan kendaraan lembaga-lembaga kemahasisswaan, baik lembaga yang berada
di intra kampus maupun lembaga yang berada di luar kampus. Lembaga yang berada
di intra kampus adalah BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), sedangkan lembaga di
luar kampus, seperti: KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), HMI
(Himpunan Mahasiswa Islam), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dan
lain-lain.
Begitulah aktivis mahasiswa dalam melakukan
perannya, yang melingkupi semua sisi dan mampu menciptakan sebuah perubahan
besar. Peran yang luar biasa ketika berkecimpung dalam dunia pergerakkan
mahasiswa, yang dapat melabelkan menjadi seorang aktivis mahasiswa. Universitas
Padjadjaran yang termasuk perguruan tinggi negeri favorit di Indonesia pasti
memiliki beribu mahasiswa yang di sana ada sebagian mahasiswa yang bergerak
untuk menyuarakan hati rakyat. Peran-peran ini yang memberi warna dunia
pendidikan di kampus Indonesia dalam setiap aktivitasnya.
Pada perjalannya, mahasiswa hari ini sudah banyak menerima identitas baru.
Bahkan yang menyedihkan, mahasiswa saat ini tidak lagi dianggap sebagai pembela
rakyat, sebagai orang yang hanya bisa menuntut, anarkis, perusuh
dan jauh dari kesan merakyat seperti dulu. Problematika ini yang coba dijawab
oleh banyak mahasiswa dengan kontribusi positif bagi masyarakat di sekitarnya.
Februari 2010 menjadi momentum perubahan
gerakan mahasiswa indonesia. Konferensi Mahasiswa Indonesia, yang dilaksanakan
di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB) menghasilkan DEKLARASI BANDUNG. Deklarasi
ini merupakan buah kesatuan rasa dan asa dengan daya kritis pemikiran mahasiswa
dalam mencoba menemukan bentuk baru gerakan kemahasiswaan bersama dalam
menyelesaikan persoalan bangsa. Lebih dari itu deklarasi ini juga diawali oleh
suatu pembelajaran bersama mengenai pengembangan masyarakat sebagai bentuk gerakan
kemahasiswaan serta dilengkapi dengan
pembentukan wadah bersama sehingga deklarasi bukan hanya deklarasi,
melainkan deklarasi adalah momentum awal yang akan ditindaklanjuti bersama.
Sesuai dengan tema konferensi yaitu
“Momentum Kolaborasi Menuju Masyarakat Indonesia Mandiri”, KMI diharapkan
menjadi awal dari penyusunan landasan dan konsepsi bersama mahasiswa Indonesia
dalam menjalankan keilmuannya dan pengimplementasiannya di kehidupan masyarakat
demi kemajuan bangsa Indonesia secara mikro dan menyeluruh. Konferensi ini juga
merupakan awal dari cita-cita besar penyatuan pandangan, penyamaan persepsi dan
visi ke depan serta langkah konkrit mahasiswa Indonesia dalam pengembangan
pergerakan community development. (Executive Summary KMI ITB, 2010:2)
Sebelum hadirnya Deklarasi Bandung, Bina
Desa Pkm Bem Kema Unpad telah di inisiasi pada tahun 2007. Hingga sekarang
kegiatan ini masih berjalan bahkan menjadi sebuah gerakan baru aktivis
mahasiswa. Kegiatan bina desa juga telah diadopsi oleh berbagai fakultas di
lingkungan unpad dan berbagai universitas di Indonesia. Pertama kali program
ini di inisiasi dilaksanan di Desa Cilayung Kecamatan Jatinangor, pada 2009
program ini dipindahkan ke Desa Sindang Sari dan berlangsung hingga saat ini.
Sekarang bagaimana kita?