Jumat, 10 Juni 2011

Kita Adalah Lensa


Pernahkah Anda mengawali atau disaat melakukan pekerjaan (organisasi) dan ada seseorang yang berpengalaman dalam organisasi itu memberitahu Anda agar hati-hati terhadap orang ini atau menghindari orang itu? Hal ini pernah terjadi kepada saya. Ketika saya diamanahi sebagai Menko Polkum Bem Kema Unpad (Kabinet Progresif 2010), teman saya memberitahu agar waspada kepada salah seorang diantara pengurus Bem saat itu: Muhammad Hudapitra. "Ia akan menimbulkan masalah layaknya duri dalam daging," begitu saya diberitahu. Jadi, saya menjalankan tugas saya sambil menanti-nanti masalah darinya.

Penasaran, saya mengamati Huda. Terlihat Ia seorang pekerja keras, cerdas dan penuh dedikasi. Kontribusi nyata, yang semua orang mengakuinya karena Ia memiliki kepribadian yang kuat. (Perlu orang sejenis untuk mengenali yang sejenis!) diluar dugaan saya, bekerja dengannya ternyata merupakan pengalaman yang sangat berkesan. Saya tegaskan bahwa Ia percaya diri dan sangat kompeten serta menyelesaikan tugas-tugasnya. Kita memiliki hubungan kerja yang bagus dan Ia menjadi salah satu sahabat terbaik beserta yang lain, yang kami sebut sebagai M.Log., berama Yan, Ujang, Edi, Lukmawan, Verdi, Endi dan Ardi.

Pernah pula, di Biro Kerohanian Islam (BKI) Fikom Unpad, pada satu takdir yang menjadi ketua BKI adalah Sugih Maulana. Ia merupakan orang baru, tak sedikit yang menyangsikan kepemimpinannya, apakah ia mampu memimpin lembaga da'wah ini? Bagai kuda hitam, Ia membuktikan diri menjadi sosok yang luar biasa. Bekerja bersamanya menjadi pengalaman yang tak terdefinisikan, karena ia kaya rasa dan sulit untuk dilupakan. Semua mengenalnya sebagai orang yang akan selalu tersenyum walau kondisi sedang tak ramah, tak repot dan mengayomi. Kami semua menganggapnya sebagai Abang, Bapak atau Bos. Bagi saya, Ia buktikan aplikasi real seorang pemimpin, melayani, tidak kurang-tidak lebih.

Berbekal pengalaman ini, saya menyadari bahwa orang-orang yang dianggap bermasalah tak akan menjadi masalah bagi saya. Mengapa? Karena sebetulnya, siapa diri kita menentukan bagaiamana kita memandang orang lain.

            Ada kisah menarik. Seorang wisatawan yang sedang menuju sebuah kota di Jawa Barat bertanya kepada orang tua yang duduk dipinggir jalan, "Bagaimana orang-orang dikota ini?"
            "Bagaiman orang-orang di kota tempatmu berasal?" Tanya si orang tua.
            "MEngerikan," si wisatawan menjawab. "Licik, tak dapat dipercaya, menjijikan dalam segala hal."
            "Ah," kata si orang tua, "Anda akan menemukan yang sama di kota ini."
            Wisatawan pertama sudah melanjutkan perjalanannya ke kota itu ketika seorang wisatawan lain berhenti untuk bertanya tentang bagaimana orang-orang di kota yang sudah di depannya itu. Kembali si orang tua bertanya tentang orang-orang di tempat yang ditinggalkan wisatawan itu.
            "Mereka orang-orang yang baik, jujur, rajin, dan suka memaafkan," cerita si wisatawan kedua. "Saya merasa sayang meninggalkan tempat itu."
            Si orang tua menjawab, "Begitulah Anda akan mendapati orang-orang disini."

            Cara kita melihat orang lain adalah cerminan diri kita sendiri. Jika kita orang yang percaya kepada orang orang lain, kita melihat orang lain sebagai orang yang dapat dipercaya. Jika kita seorang yang suka mengkritik, kita melihat orang lain sebagai orang yang suka mengkritik. Jika kita merupakan seorang yang penuh cinta,, kita melihat orang lain sebagai orang yang penuh cinta dan kasih sayang.

            Kepribadian kita terpancar ketika kita berbicara tentang orang lain dan berinteraksi dengan mereka. Seseorang yang tidak mengenal kita akan bisa mengetahui kita cukup banyak dari sebuah pengamatan sederhana saja. (John C. Maxwell)

Kita adalah sebuah lensa, bebas memilih dari sudut pandang mana kita melihat. Jadi, ambil posisi paling mantap pada pencahayaan yang baik, buka jendela hati dan pikiran seluas-luasnya, segeralah tangkap pose terbaik sebelum ia hilang atau terbuang.

3 komentar:

  1. wah parah di tim gw ada yg lo curigai..dia orang yang nyaris gw pertahanin Li saat mengajukan surat pengunduran diri...hehhehe

    kita perlu berdiri tetap di atas sepatu kita, tapi kita juga perlu bergerak ke arah lain untuk melihat segala sesuatu dari ragam sudut yang ada...thanks for share Bolon^^

    BalasHapus
  2. hehehe..
    sugan teh apa kang.. :)

    BalasHapus